Beberapa minggu terakhir ini
kita “dibiasakan” dengan berita kecelakaan angkutan umum. Mengapa saya katakan
“dibiasakan”? Karena memang dalam beberapa pekan terakhir ini di media cetak
maupun elektronik sering sekali kita jumpai berita tentang kecelakaan angkutan
umum yang celakanya kecelakaan tersebut hampir selalu memakan korban jiwa.
Sangat ironis memang, angkutan umum yang seharusnya menjanjikan pelayanan jasa
transportasi yang nyaman dan lebih aman malah belakangan menjadi penyumbang
terbesar dalam kasus kecelakaan.
Sebuah akibat tentu saja ada sebabnya. Jika kita amati sedikit saja bagaimana
dunia pertransportasian kita, terkhusus transportasi umum darat, tentu kita
dapat melihat sebuah kenyataan yang sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak
mengkhawatirkan, jika melihat kondisi alat angkut yang membawa beratus bahkan
beribu nyawa setiap harinya kondisinya tidak layak? Celakanya, kondisi yang
tidak layak tersebut masih dibarengi dengan perilaku sopir yang “ugal-ugalan”
dan kondisi jalan yang buruk juga, sehingga peluang kecelakaan pun semakin
tinggi.
Berbicara tentang kelayakan angkutan umum, tentu perhatian kita akan mengarah
pada pengujian kelayakan kendaraan umum yang di dalam pengujian tersebut akan
dinyatakan apakah kedaraan tersebut layak jalan atau tidak. Pengujian ini
seharusnya menjadi wahana bagi para sopir dan atau pemilik untuk memperbaiki
kekurangan yang ada pada angkutan demi memberi kenyamanan dan keselamatan pada
penumpang. Namun, bagai menutup bangkai, kekurangan yang jelas-jelas telah
diketahui malah diusahakan dengan berbagai cara agar jangan sampai diketahui
petugas penguji. Sungguh sangat miris ketika beberapa hari yang lalu saya
melihat sebuah acara yang menayangkan bagaimana beberapa sopir menyiasati tes
pengujian kelayakan kendaraan dengan menyewa ban dan mengganti onderdil yang
sudah tidak layak hanya pada tes uji kelayakan saja. Dan setelah itu mereka
memasang kembali ban dan onderdil yang sudah tidak layak tersebut. Harapan
saya, semoga penggalakkan dan ketegasan pengujian kelayakkan kendaraan yang
saat ini sedang ramai terjadi bukan hanya sekadar “obat penenang sementara”
bagi masyarakat yang mulai “marah” pada angkutan umum dan integritas penanggung
jawab keberadaan angkutan.
Banyak kecelakaan terjadi tidak hanya disebabkan oleh kurang layaknya
kendaraan. Faktor manusia (human error) banyak berbicara di sini. Sopir adalah
aktor utama yang paling bertanggung jawab atas keselamatan kendaraan. Kondisi
kesehatan yang buruk, kelelahan, dan ugal-ugalan dalam berkendara telah banyak
menyebabkan petaka. Lebih kompleks lagi sekarang ini alkohol dan narkoba sudah
“merakyat” sehingga tidak menutup kemungkinan dan sudah banyak sopir yang ikut
mengkonsumsi. Hal ini harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah dan pemilik
angkutan umum untuk menindak tegas sopir-sopir yang “nakal” seperti itu.
Tindakan preventif pun sepertinya harus dilakukan pemerintah dengan memberikan
penyuluhan kepada para sopir agar lebih bertanggung jawab atas keselamatan penumpang
dan bersih dari miras dan narkoba.
Terlepas dari kedua masalah di atas, tentu kita tidak dapat menafikan jika
kondisi jalan yang buruk pun memberi andil yang cukup signifikan dalam maraknya
kecelakaan yang belakangan ini sering terjadi. Memang tidak bisa kita pungkiri
jika cuaca seperti sekarang ini telah banyak membuat kondisi aspal jalan
menjadi rusak. Namun, hal tersebut jangan dijadikan sebagai sebuah pembenaran
dan pemakluman akan banyaknya kondisi jalan yang buruk yang berakibat pada
terjadinya kecelakaan. Pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini Dinas PU
seharusnya siap dan cekatan dalam menghadapi kondisi seperti ini. Jangan malah
kondisi jalan yang buruk dibiarkan berlarut-larut sampai menimbulkan korban
seperti yang sekarang ini terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar